
Khloe Kardashian Tuai Kritik karena Popcorn “Bebas Rasa Bersalah” Dinilai Promosikan Budaya Diet
Khloe Kardashian meluncurkan popcorn tinggi protein bernama Khloud, namun menuai kritik dari ahli gizi.
KamiBijak.com, Hiburan - Khloe Kardashian resmi merambah bisnis makanan sehat dengan meluncurkan produk popcorn tinggi protein bernama Khloud. Mengusung slogan sebagai "camilan tanpa rasa bersalah", produk ini diklaim lebih sehat dibandingkan popcorn biasa. Namun, peluncuran ini justru menuai kritik tajam dari para ahli gizi dan kesehatan yang menyoroti cara pemasaran produk tersebut.
Khloud mengandung 7 gram protein per sajian—tiga kali lipat dari popcorn konvensional. Produk ini juga diklaim bebas gluten dan menggunakan gandum utuh sebagai bahan utama. Tersedia dalam tiga varian rasa: white cheddar, sweet and salty kettle corn, serta olive oil with sea salt. Semua popcorn ini dibuat dari jagung yang ditanam di Nebraska dan tidak menggunakan minyak sayur.
Meskipun komposisinya tampak sehat, sejumlah ahli mempertanyakan pendekatan pemasaran yang digunakan Khloe. Dalam promosi resminya, Khloud disebut menggunakan bahan-bahan “bagus” dan “bebas bahan palsu”, serta diposisikan sebagai camilan yang “tidak membuat Anda merasa bersalah”. Dalam wawancara dengan majalah People, Khloe menyatakan dirinya menciptakan camilan ini karena ingin menikmati makanan sehat tanpa tambahan bahan kimia berbahaya.
"Saya hanya ingin merasa nyaman dengan makanan yang saya konsumsi," ucap Khloe, seraya menyebut produk camilan lain di pasaran sebagai “buruk”.
Pop corn Khloud. (Foto : Dok Morning Brew)
Pernyataan tersebut menuai kontroversi di kalangan pakar nutrisi. Beth Auguste, ahli gizi dari Philadelphia, mengatakan bahwa istilah seperti "baik", "buruk", dan "bebas rasa bersalah" justru menciptakan narasi moral terhadap makanan yang bisa merugikan pemahaman konsumen.
“Label ‘guilt-free’ memberi kesan bahwa makanan tertentu lebih bermoral dari yang lain. Padahal, tidak perlu mengaitkan rasa bersalah dengan makanan,” ujar Beth, dikutip dari Huffington Post.
Cristina Hoyt, ahli gizi klinis, turut mengecam istilah tersebut. Menurutnya, rasa bersalah seharusnya timbul saat seseorang menyakiti orang lain, bukan saat makan camilan. Ia juga menekankan bahwa semua makanan memiliki nilai, baik dari segi nutrisi maupun pengalaman emosional.
“Sepiring spageti mungkin mengingatkan Anda pada kenangan masa kecil. Itu penting. Kenyamanan dari makanan juga merupakan bagian dari kesehatan,” katanya.
Selain itu, kritikus juga menyoroti bagaimana banyak produk "makanan sehat" hanya menjual citra sehat semu untuk meraih keuntungan. Dalam kasus Khloud, strategi pemasaran yang digunakan dianggap lebih fokus pada membentuk citra konsumen ketimbang manfaat produk itu sendiri.
Kristina, seorang pengamat industri makanan, menyatakan bahwa label seperti “tinggi protein” bukan jaminan produk tersebut benar-benar sehat. Ia mendesak produsen makanan agar menghindari narasi yang mempermalukan pilihan makanan, dan sebaliknya memberdayakan konsumen dengan informasi yang jujur.
“Jika ingin membangun kepercayaan, berhenti gunakan bahasa yang membuat orang merasa bersalah atas makanan mereka,” tegasnya. (Restu)
Sumber : Wolipop
Video Terbaru




MOST VIEWED




