
Wacana Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Picu Polemik: Solusi atau Masalah Baru?
Rencana Kementerian PKP mengurangi luas rumah subsidi menjadi 18 meter persegi pada 2025 menuai pro dan kontra.
KamiBijak.com, Berita - Rencana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk mengurangi luas minimal rumah subsidi dari 21 meter persegi menjadi 18 meter persegi memicu polemik. Usulan ini tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, dan menjadi bagian dari strategi mengatasi backlog perumahan di kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, di tengah keterbatasan lahan dan tingginya harga tanah.
Di bawah kepemimpinan Menteri Maruarar Sirait, Kementerian PKP ingin menambah alternatif hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), khususnya lajang dan keluarga kecil. Rencana ini juga mendukung target ambisius pembangunan 3 juta rumah per tahun yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Namun, wacana ini memantik gelombang kritik dari banyak pihak. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) menyebut rumah seluas 18 meter persegi sebagai bentuk hunian “tak manusiawi”. Ketua Umum IAI, Georgius Budi Yulianto, menegaskan bahwa rumah dengan luas tersebut tak memenuhi standar kelayakan hidup, meski secara teknis sesuai dengan SNI 6,4–9 meter persegi per jiwa. IAI juga mengkhawatirkan dampak psikologis dan kesehatan akibat sempitnya ruang.
Satgas Perumahan, dipimpin Hashim Djojohadikusumo, turut menolak usulan ini. Ia menekankan pentingnya mempertahankan standar minimal 36 meter persegi demi kesehatan dan kenyamanan penghuni. Sementara itu, asosiasi pengembang seperti Himperra juga mengkritik rencana ini karena berpotensi melanggar aturan koefisien dasar bangunan (KDB) dan membatasi pengembangan rumah.
Di sisi lain, beberapa pihak menyuarakan dukungan. Ketua Real Estat Indonesia (REI) Jawa Timur, Paulus Totok Lusida, mengklaim bahwa 80% milenial mendukung konsep rumah 18 meter persegi karena dianggap cukup bagi lajang atau pasangan muda yang baru memulai hidup di perkotaan.
Maruarar Sirait menegaskan bahwa wacana ini belum bersifat final dan masih dalam tahap pengumpulan masukan. Ia mendorong pengembang untuk menciptakan desain rumah mungil yang tetap menarik dan layak huni. Menurutnya, rumah subsidi kecil bisa dikembangkan ke belakang atau atas jika penghuni bertambah.
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan, Sri Haryati, juga menyampaikan bahwa desain 18 meter persegi masih memenuhi SNI dan dirancang untuk keluarga kecil. Ruangannya akan dioptimalkan memanjang ke belakang, dengan ventilasi yang mencukupi.
Denah Rumah Subsidi Tipe 18 Meter Persegi. (Foto : Dok Detik)
Isu ini semakin ramai ketika Lippo Group disebut-sebut terlibat. Namun, petinggi Lippo, James Riady, membantah menjadi pengusul desain 18 meter persegi. Ia menegaskan bahwa pihaknya hanya memberikan masukan desain atas permintaan pemerintah. Lippo bahkan menawarkan beberapa tipe rumah minimalis, mulai dari 14 meter persegi dengan harga sekitar Rp 100 juta dan cicilan Rp 600.000 per bulan.
Pemerintah pun membuka ruang dialog lebih luas dengan publik dan berbagai pemangku kepentingan sebelum keputusan final diambil. Wacana ini mencerminkan tantangan besar dalam menyediakan hunian layak dan terjangkau, tanpa mengorbankan kualitas hidup masyarakat. (Restu)
Sumber: Kompas
Video Terbaru




MOST VIEWED




