
Pameran Kids Biennale 2025, Anak-anak Menggambar Tentang Diskriminasi
Pameran “Tumbuh Tanpa Takut” ini membahas tentang diskriminasi, perbedaan, dan beban yang terjadi pada anak-anak selama proses pertumbuhan.
KamiBijak.com, Berita - Pameran seni rupa anak dan remaja yaitu Kids Biennale Indonesia tahun ini digelar di Galeri Nasional Indonesia dan mengangkat tema “Tumbuh Tanpa Takut”, berlangsung dari 4-31 Juli 2025.
Dari 142 karya yang sudah lulus kurasi, beberapa di antaranya ada yang membahas masalah diskriminasi, perbedaan, sampai beban yang terjadi pada anak-anak selama proses bertumbuh.
Dalam sebuah karya akrilik di atas kanvas berjudul “Hentikan Perundungan”, Khansa Adelia Ardhani, 19 tahun yang berasal dari Palangkaraya memotret seseorang di tengah kanvas dengan kaca yang diisi obyek menyeramkan.
Lukisannya punya makna seperti ketika perundungan tak dihentikan, maka akan berdampak pada trauma psikologis yang berat pada korbannya.
Isu serupa juga disampaikan oleh Achmad Alfian Fardiansyah, 13 tahun dari Pasuruan yang menampilkan sebuah lukisan krayon di atas kertas berjudul “Jangan Kau Ganggu Adikku”. Ia berusaha menceritakan ketakutan siswa akan kemarahan atas rasisme yang disebabkan oleh menjadi minoritas muslim di sekolah.
Disana ia menggambarkan adiknya yang mengenakan hijab sedang menjadi korban kekerasan verbal dan fisik dari objek tangan-tangan dan mulut jahil yang digambarnya.
Lukisan lain yang berjudul “Terbaliknya Pelampungku” karya Adelia Annabele Aruan, 11 tahun asal Jakarta menggambarkan keadaan seorang anak kecil perempuan yang tenggelam bersama dengan pelampung bebeknya di kolam renang.
“Meskipun terjadi di masa kecil, tapi peristiwa ini meninggalkan trauma mendalam yang baru ia sadari pada usia enam tahun, saat mulai belajar berenang,” tulisnya.
Fenomena yang sangat dekat dengan kondisi kita saat ini juga digambarkan oleh Ayesha Phalosa, 10 tahun asal Bandar lampung dengan lukisannya yang berjudul “Kok Cuma Direkam”.
Melalui lukisan akrilik di atas kanvas, ia menyiratkan pesan mengenai betapa gawai yang ada di tangan anak-anak bisa menjadi pisau bermata dua.
Lukisannya menggambarkan seorang anak yang kala itu sedang dirundung dan ada situasi menyedihkan dimana orang-orang disekitarnya sibuk tertawa sembari merekamnya dengan gawai.
Di sisi lain, isu-isu mengenai perbedaan juga turut menjadi sorotan bagi anak-anak. Seperti salah satunya Christabel Sarah Himawan, 8 tahun asal Jakarta yang membuat sebuah lukisan cat air di atas kertas berjudul “Temanku Tak Harus Sama”.
Lukisan tersebut menggambarkan dua anak yang berasal dari ras berbeda sedang berpetualang. Ketika ada hadangan di depan mata yakni ular besar, mereka saling percaya dalam mengatasinya bersama.
Kolektif Disabilitas Sekolah Seni Tubaba (16 orang) juga membuat lukisan lanskap dengan material akrilik di atas kanvas. Mereka bahkan membutuhkan sampai enam kanvas besar yang dijadikan panel untuk menggambar sebuah karya berjudul “Dunia Keseharian Kami”.
Dalam lukisan yang didominasi warna hijau muda itu, seni digunakan untuk memperkaya pengalaman manusia dan mempromosikan kesetaraan. “Seni rupa inklusif bertujuan menyediakan lingkungan inklusif bagi difabel, sebagai langkah maju menuju gerakan seni yang berkelanjutan,” tulis mereka. (Irene)
Sumber : tempo.co
Video Terbaru




MOST VIEWED




