Berita

Inggris Dukung Hak Digital Inklusif bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia

Pemerintah Inggris melalui DAP bersama SAFEnet luncurkan riset aksesibilitas situs layanan publik dan modul pelatihan digital ramah disabilitas.

KamiBijak.com, Berita - Pemerintah Inggris melalui Kedutaan Besar di Jakarta menunjukkan komitmennya terhadap inklusi digital bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Bersama Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), mereka meluncurkan laporan riset mengenai aksesibilitas situs layanan publik pemerintah bagi penyandang disabilitas netra. Peluncuran ini menjadi bagian dari penutupan program Inclusive Digital Rights yang berlangsung sejak Agustus 2024 hingga Juli 2025, didanai oleh Digital Access Programme (DAP) Pemerintah Inggris.

Program ini bertujuan memperkuat hak digital perempuan dan penyandang disabilitas melalui pelatihan serta pengembangan kapasitas. SAFEnet mengembangkan modul pelatihan tentang hak dan keamanan digital, khusus disesuaikan untuk komunitas Tuli dan disabilitas netra. Dengan dana hibah sebesar £38.000 (setara Rp835 juta), program ini berhasil menciptakan pelatihan yang inklusif, aksesibel, dan berbasis kebutuhan komunitas.

(Foto : Dok SAFEnet)

 

Riset aksesibilitas dilakukan bersama Pusat Studi Disabilitas Universitas Hasanuddin, dengan melibatkan individu disabilitas netra total maupun low-vision. Hasilnya mengungkap bahwa banyak situs layanan publik belum memenuhi standar Web Content Accessibility Guidelines (WCAG) 2.1 AA. Temuan ini menegaskan pentingnya reformasi dalam desain digital sektor publik agar lebih ramah bagi seluruh warga negara.

Guna memastikan kebermanfaatan jangka panjang, SAFEnet juga menyusun Glosarium Bahasa Isyarat yang memuat istilah hak digital. Langkah ini bertujuan mendukung pembelajaran komunitas Tuli dan memastikan komunikasi yang inklusif. Salah satu pencapaian penting lainnya adalah pengembangan versi aksesibel dari situs pelaporan Awas KBGO. Situs ini kini kompatibel dengan pembaca layar dan teknologi asistif lainnya, memudahkan akses pelaporan kekerasan berbasis gender bagi penyandang disabilitas.

Program ini mengedepankan keterlibatan aktif komunitas disabilitas. Penyandang disabilitas tidak hanya dijadikan peserta, tetapi juga fasilitator dan perancang modul. Pendekatan ini terbukti menciptakan ruang belajar yang memberdayakan dan setara.

Amanda McLoughlin, Minister-Counsellor for Development dari Kedubes Inggris, menekankan pentingnya inklusi dalam ruang digital. Ia menyebut bahwa riset ini menjadi panggilan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memprioritaskan aksesibilitas dalam layanan digital publik.

Sementara itu, Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet, menegaskan bahwa inklusi bukan sekadar elemen tambahan, melainkan prinsip utama. Ia menyebut kolaborasi ini sebagai wujud konkret transformasi digital yang adil dan berpihak pada kelompok rentan.

Suara dari komunitas juga memperkaya pelaksanaan program ini. Nabila May Sweetha, peserta disabilitas netra, menyampaikan bahwa ini kali pertama pandangan mereka soal akses digital benar-benar didengar. Sementara Christianto Harsadi, aktivis Tuli, menyatakan bahwa modul pelatihan digital ini membuka peluang bagi fasilitator Tuli untuk mengedukasi komunitas mereka secara mandiri.

Inisiatif ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi lintas sektor dan negara dapat menghadirkan ruang digital yang lebih adil dan dapat diakses semua kalangan. (Restu)

Sumber:  Press release SAFEnet