
KND Sampaikan Poin Penting soal Disabilitas yang Perlu Diatur dalam RUU KUHAP
Pasal soal disabilitas ini perlu diatur dalam RUU KUHAP agar disabilitas dapat perlindungan saat harus berhadapan dengan hukum.
KamiBijak.com, Berita - Sebagai salah satu bagian dari kelompok rentan, penyandang disabilitas dalam situasi tertentu yang harus berhadapan dengan hukum, baik sebagai tersangka, terdakwa, terpidana, atau bahkan korban, justru sering dihadapkan pada regulasi hukum yang tidak inklusif. Mekanisme hukum yang ada justru berpeluang menghambat atau melanggar penghormatan, perlindungan, bahkan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
“Penyandang disabilitas memiliki ragam dan spektrum yang begitu luas, sehingga selain memiliki hambatan yang berbeda juga memiliki kebutuhan yang berbeda, untuk itu memerlukan pendekatan hukum yang spesifik dan sesuai,” ujar Fatimah Asri Mutmainah, salah seorang komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam paparannya saat Rapat Dengar Pendapat tentang revisi Undang-Undang KUHAP yang disampaikan kepada Komisi II DPR RI, Selasa, 20 Mei 2025.
Dalam kesempatan tersebut, ada beberapa rekomendasi ketentuan yang perlu ditambahkan dalam RUU KUHAP menurut KND. Contohnya, seperti pasal yang mengatur tentang keadilan restoratif. Ketentuan ini sebelumnya diatur dalam pasal 7 RUU KUHAP.
“Sering kali mekanisme restorative justice menghambar atau melanggar hak penyandang disabilitas yang diatur dalam undang undang nomor 8 tahun 2016,” ungkap Fatimah. Oleh sebab itu, KND merekomendasikan penambahan, mengenai mekanisme keadilan restoratif yang melibatkan penyandang disabilitas harus memenuhi persyaratan, keadilan bagi penyandang disabilitas dan juga persetujuan langsung oleh penyandang disabilitas.
Ketentuan lainnya, yaitu pengaturan tentang hak tersangka, terdakwa, saksi, korban, penyandang disabilitas, perempuan, dan orang lanjut usia. Ketentuan ini sebelumnya diatur dalam Bab VI, bagian ke empat, di Pasal 137 RUU KUHAP. Pada ketentuan yang mengatur hal ini, KND meminta agar penyandang disabilitas tetap mendapatkan haknya atas pelayanan dan sarana prasarana berdasarkan seperti apa ragam disabilitasnya di setiap tingkat pemeriksaan.
“Perspektif terkait penyandang disabilitas sebagai subjek hukum yang dapat menjadi tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, atau korban belum tergambar dalam RUU ini. Padahal, perspektif disabilitas yang tepat sangat dibutuhkan dalam menyusun peraturan perundang-undangan agar mencegah munculnya diskriminasi baru,” ucap fatimah.
Fatimah dalam sudut pandang lain juga menilai RUU ini belum memastikan adanya pelibatan bermakna penyandang disabilitas perihal pelayanan dan sarana prasarana, khususnya yang diatur dalam Pasal 137.
Fatimah tidak lupa menegaskan tentang perlunya penyediaan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan. "Hal ini belum diharmonisasikan dalam RUU KUHAP, khususnya Bab VI bagian keempat RUU KUHAP. Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal 137 ayat (2) apakah membentuk peraturan baru atau mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan?” tanya Fatimah dalam paparannya.
Dalam kesempatan itu, Fatimah juga mengajukan perbaikan pada Pasal 134 sampai dengan Pasal 136, ia mengatakan bahwa penyandang disabilitas juga memiliki hak penuh atas perlakuan yang sama di hadapan hukum, diakui sebagai subjek hukum, memperoleh penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak dalam pelayanan peradilan.
Poin terakhir dari KND adalah tentang perlunya penyediaan aksesibilitas dalam bentuk informasi komunikasi dalam sistem peradilan. Bagian tersebut terkait dengan kondisi seorang subjek hukum yang keadaannya tidak dapat berkomunikasi lantaran memiliki ragam disabilitas rungu, tuli, wicara atau tidak dapat menulis. Sehingga dalam proses diperlukan penerjemah yang dapat berkomunikasi dengan mereka sekaligus menyampaikan isi keterangan mereka pada para pihak di dalam sistem peradilan. (Irene)
Sumber : tempo.co
Video Terbaru




MOST VIEWED




