Berita

Enam Dimensi Ideologis Sistem Kesehatan Indonesia: Menyatukan Kesetaraan dan Partisipasi Rakyat

IHDC merumuskan enam dimensi ideologis yang menekankan kesetaraan, partisipasi rakyat, dan keadilan bagi semua lapisan masyarakat.

KamiBijak.com, Berita - Kesetaraan menjadi salah satu fondasi utama yang harus dipenuhi agar sistem kesehatan Indonesia dapat disebut ideologis. Hal ini terungkap dalam kajian Indonesia Health Development Center (IHDC) yang menilai ada enam dimensi inti yang menentukan arah ideologi kesehatan bangsa.

Ketua Tim Peneliti Ideologi Kesehatan IHDC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, menegaskan bahwa sistem kesehatan baru bisa dianggap ideologis jika seluruh rakyat tanpa terkecuali dapat berpartisipasi aktif di dalamnya.

“Jika masih ada satu fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas, yang sulit diakses pengguna kursi roda, maka sistem kita belum bisa disebut ideologis,” jelas Ray dalam konferensi di Jakarta (20/8/2025).

Ketua tim peneliti ideologi kesehatan IHDC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi (Foto : Dok Liputan6)

 

Enam Dimensi Inti Ideologi Kesehatan

Selain kesetaraan, IHDC menggarisbawahi lima dimensi penting lain:

  1. Kedaulatan – pengendalian nasional atas sumber daya kesehatan.

  2. Komunitas dan Solidaritas – memperkuat gotong royong berbasis masyarakat.

  3. Ekonomi dan Jaminan Pembiayaan – sistem pembiayaan yang adil dan tidak diskriminatif.

  4. Pendidikan dan Promosi Kesehatan – literasi kesehatan sejak dini hingga komunitas.

  5. Tata Kelola – birokrasi transparan, partisipatif, dan responsif berbasis teknologi.

Setiap dimensi memiliki indikator terukur, seperti peta jalan kemandirian, rasio tenaga kesehatan di wilayah tertinggal, tingkat kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), indeks literasi kesehatan, hingga audit sosial digital.

Inisiator IHDC, Prof. Nila F. Moeloek, menambahkan bahwa partisipasi rakyat bukan sekadar formalitas, melainkan keterlibatan nyata dalam merumuskan, melaksanakan, dan mengevaluasi kebijakan kesehatan. “Tanpa partisipasi kolektif, ideologi hanyalah slogan,” tegasnya.

Ketimpangan yang Masih Mengakar

Meski ada kemajuan, Ray mengakui masih terjadi ketimpangan layanan kesehatan, terutama pada kelompok marginal seperti masyarakat miskin dan warga di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terpencil).

Fenomena ini tercermin dari tingginya angka stunting di daerah 3T yang masih sulit mengakses layanan kesehatan. “Setiap jiwa rakyat Indonesia harus menjadi bagian dari sistem, bukan sekadar penerima layanan,” ujar Ray.

Empat Celah Ketimpangan

Kajian IHDC yang mengadopsi reinterpretasi nilai-nilai Pancasila mengidentifikasi empat celah utama yang memperlebar jurang kesehatan di Indonesia:

  1. Ketimpangan akses tenaga dan layanan kesehatan.

  2. Ketimpangan dalam pembiayaan.

  3. Ketimpangan informasi serta literasi kesehatan.

  4. Ketimpangan keterlibatan masyarakat dalam ekosistem kesehatan.

Ray menekankan, kajian ideologi kesehatan bertujuan menjembatani idealisme dengan realita di lapangan, agar sistem kesehatan Indonesia semakin inklusif dan berkeadilan. (Restu)

Sumber: Liputan6