Berita

Banyak Hadapi Tantangan, Hak Kesehatan dan Reproduksi Perempuan Disabilitas Semakin Terabaikan

Hak kesehatan seksual dan reproduksi perempuan disabilitas di Indonesia semakin terabaikan.

KamiBijak.com, Berita - Himpunan Wanita Disabilitas menyatakan bahwa hak kesehatan seksual dan reproduksi perempuan khususnya penyandang disabilitas kerap terabaikan. Hak kesehatan seksual dan reproduksi itu semakin terabaikan karena perempuan disabilitas di Indonesia saat ini banyak menghadapi tantangan berlapis, terutama tentang diskriminasi ganda gender dan terhadap kondisinya.

"Hak atas kesehatan reproduksi perempuan penyandang disabilitas itu krusial, tapi seringkali luput dari perhatian khalayak dari pembuat kebijakan," kata Ketua II Bidang Advokasi dan Peningkatan Kesadaran Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Rina Prasarani dalam diskusi kelompok terfokus tentang strategi target capaian SDG’s  yang diinisiasi oleh Kaliana Mitra di Aloft Hotel pada Jumat, 20 Juni 2025. 

Beberapa contoh bentuk pengabaian yang sering terjadi terhadap perempuan disabilitas antara lain adalah kekerasan seksual. Kondisi ini sering kali terjadi karena dilatarbelakangi oleh stigma yang sering menganggap bahwa perempuan disabilitas tidak memiliki proses biologis normal.

"Karena dianggap tidak memiliki pengertian dan hasrat terhadap kebutuhan seksual (aseksual) mereka kerap dimanipulasi bahkan tidak memiliki otonomi terhadap tubuhnya sendiri," katanya. "Mereka sering tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait Kesehatan reproduksinya."

Menurut Rina, kondisi tersebut bahkan sering dialami perempuan disabilitas justru di lingkungan terdekat seperti keluarga, kantor, dan sekolah. Kurangnya aksesibilitas layanan di fasilitas Kesehatan juga menjadi salah satu bentuk pengabaian lain dari hak kesehatan sosial dan reproduksi perempuan disabilitas.

Fasilitas Kesehatan seringkali tidak ramah disabilitas, dibuktikan dengan tidak adanya ram, toilet yang tidak adaptif, termasuk beberapa alat medis yang tidak dapat disesuaikan oleh penyandang disabilitas. “Sehingga menghalangi perempuan disabilitas mendapatkan perawatan Kesehatan,” ucap Rina.

Menurut catatan HWDI berdasarkan data BPS tahun 2018, dari total sekitar 13,8 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 51 persennya adalah perempuan. Namun sangat disayangkan, hanya 9,4 persen perempuan disabilitas yang punya akses ke layanan kesehatan reproduksi.

Jumlah tersebut tentunya berada jauh di bawah jumlah perempuan non-disabilitas yang bisa mendapat hak untuk mengakses layanan kesehatan, yakni sebanyak 86,7 persen.

Hambatan yang terjadi mencakup pola pikir, budaya, mekanisme akuntabilitas, data, pengambilan keputusan, tata kelola anggaran, bahkan hingga bentuk layanan.

"Pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi itu bukan cuma soal ada klinik apa enggak, tapi masalahnya udah bercabang, sistemik dan struktural, berlapis-lapis," kata Rina.

Penelitian dampak ekonomi dan politik yang dilakukan HWDI Bersama International Budget Partnership (IBP) menunjukkan setidaknya hanya 0,03 persen dari keseluruhan total anggaran kesehatan yang dialokasikan bagi program kesehatan reproduksi perempuan dengan disabilitas.

"Ini mencerminkan pengabaian serius terhadap kebutuhan spesifik perempuan penyandang disabilitas dalam perencanaan dan alokasi anggaran Kesehatan," kata Rina. (Irene)

Sumber : tempo.co