KabarBijak

Pusbisindo & Universitas Kwansei Gakuin Jepang Ingatkan Pentingnya Pengakuan Bahasa Isyarat

Universitas Kwansei Gakuin bidang Pusat Penelitian Bahasa Isyarat menggelar diskusi tentang perbandingan kesejahteraan komunitas tuli...

4,973  views

Kamibijak.com, Infosiana. Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) bersama peneliti dari Universitas Kwansei Gakuin bidang Pusat Penelitian Bahasa Isyarat menggelar diskusi tentang perbandingan kesejahteraan komunitas tuli di Jepang dan Indonesia. Diskusi diselenggarakan di Ruang Komunal Indonesia Facebook, lantai II Once Pasific Place SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (18/2/2019).

Acara ini juga dihadiri oleh Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN), Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat (PLJ), dan Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI).

Asisten Profesor Pusat Penelitan Bahasa Isyarat Universitas Kwansei Gakuin, Natsuko Shimotani, mengatakan penggunaan Bahasa Isyarat Jepang (JSL) di negeri sakura masih minim. Jepang juga memiliki dua bahasa isyarat, seperti halnya Indonesia yang memiliki  SIBI (bahasa Indonesia yang diisyaratkan), dan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia).

Di Jepang, teman tuli lebih banyak menggunakan Bahasa Jepang isyarat. Sama seperti SIBI jika di Indonesia.

"Sebenarnya banyak orang tuli (di Jepang) yang lebih senang dengan bahasa jepang yang diisyaratkan. Karena memang orang tua tuli yang memiliki anak tuli itu presentasenya 10%, tapi ada kalanya meskipun orang tuanya tuli, orang tua dari orang tua itu tidak tuli. Jadi pendidikan yang diajarkan di rumah lebih banyak bahasa Jepang yang diisyaratkan," ujar Shimotani kepada KamiBijak.com.

Shimotami menambahkan populasi disabilitas tuli di Jepang, berdasarkan data Japanese Federation of the Deaf's Official, mencapai 350 ribu jiwa. Sebanyak enam ribu jiwa diantaranya menggunakan Bahasa Isyarat Jepang (JSL) atau semacam Bisindo di Indonesia.

Dengan populasi disabilitas tuli yang cukup tinggi, pemerintah setingkat kota dan perfektur (provinsi) di Jepang sudah membuat undang-undang atau regulasi yang mengatur penggunaan Bahasa Isyarat Jepang. Termasuk hak-hak yang melindungi disabilitas.

Namun, penggunaan Bahasa Isyarat Jepang masih belum diakui untuk tingkat pemerintahan pusat. Kendati demikian, disabilitas tuli tetap mendapatkan perlindungan dari diskriminasi sesuai peraturan PBB.

"Saat ini pengakuan mengenai bahasa isyarat sudah ada di level kota dan di level perfektur atau provinsi. Akan tetapi untuk bahasa isyarat di level negara masih belum ditetapkan," kata Eiji Taira, Technical Officer Pusat Penelitan Bahasa Isyarat Universitas Kwansei Gakuin.

"Oleh karena itu pemerintah saat ini berusaha untuk merealisasikannya menjadi undang-undang dan menciptakan undang-undang yang layak. Maka kami melakukan berbagai acara dan aktivitas," tambah Eiji.

Tak jauh berbeda dengan di Jepang, hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Penyandang disabilitas di Indonesia sudah diakui dan memiliki hak-hak yang dilindungi berdasarkan Undang-undang nomor 8 tahun 2016. Aturan itu mengatur tentang hak-hak disabilitas dalam berbagai aspek.

Kendati demikian, penggunaan Bisindo masih belum mendapat pengakuan. Hal tersebut kini tengah diperjuangkan oleh teman-teman di Pusbisindo. Sama halnya dengan yang sedang diperjuangankan komunitas tuli di Jepang.

Diharapkan dari pertemuan ini kedua komunitas dapat saling memahami kondisi komunitas tuli di kedua negara dan mampu sama-sama saling membantu dalam memperjuangkan hak penyandang disabilitas tuli. 

Sumber : Liputan Selasa 18 Februari 2020, Pusat Bahasa Isyarat Indonesia & Kwansei Gakuin University Sign Language Research Center.

----

Jangan lupa subscribe, tinggal komentar dan share.
KamiBijakID Channel: http://bit.ly/KamiBijakIDChannel

Follow kami juga di sini: Website:http://bit.ly/KamiBijakcom
Instagram: http://bit.ly/KamiBijakIDInstagram
Facebook: http://bit.ly/KamiBijakIDFacebook

Terima kasih sudah menonton, Like, Follow dan subscribe Anda sangat berarti bagi kami untuk menambah semangat membuat konten yang lebih bermanfaat.