Kuliner

Daging Vegan: Apakah Otomatis Halal bagi Umat Muslim?

Daging vegan semakin populer dan dianggap sehat serta ramah lingkungan. Simak penjelasannya menurut fatwa MUI.

KamiBijak.com, Kuliner - Dalam beberapa tahun terakhir, tren konsumsi makanan berbahan nabati atau vegan semakin meningkat. Banyak orang beralih ke pola makan ini karena alasan kesehatan, kepedulian terhadap lingkungan, dan etika terhadap hewan. Salah satu produk yang kini banyak digemari adalah daging vegan, atau yang lebih dikenal dengan istilah plant-based meat. Produk ini dirancang menyerupai daging hewani, namun terbuat dari bahan nabati seperti kedelai, kacang polong, atau gandum.

Meski tidak mengandung unsur hewani, daging vegan tetap harus dikaji dari sisi kehalalannya, khususnya bagi umat Muslim. Banyak yang beranggapan bahwa semua makanan berbasis nabati otomatis halal. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya benar.

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI) menjelaskan bahwa kehalalan suatu produk tidak hanya ditentukan oleh bahan utamanya, tetapi juga oleh proses produksi, tambahan bahan lain seperti perasa dan pewarna, serta penamaan produknya.

Salah satu contoh yang sering menjadi sorotan adalah produk daging babi vegan. Meskipun produk ini tidak mengandung daging babi asli dan dibuat dari bahan nabati, tetap ada keraguan terhadap kehalalannya. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa Halal menegaskan bahwa produk halal tidak boleh menyerupai rasa, aroma, maupun penamaan dari barang yang haram, termasuk babi.

Dalam pandangan MUI, penggunaan nama “babi” pada produk makanan, meskipun hanya untuk meniru, dianggap tidak pantas dan bisa menimbulkan kebingungan. Produk seperti “babi vegan”, “pork-flavored plant meat”, atau “vegan bacon” dinilai tidak layak mendapatkan sertifikasi halal karena mengandung unsur penamaan atau rasa dari sesuatu yang diharamkan dalam Islam.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., menjelaskan bahwa hal ini merupakan bentuk kehati-hatian agar umat Islam tidak terbiasa dengan makanan yang menyerupai produk haram. Kebiasaan ini dikhawatirkan dapat menurunkan sensitivitas terhadap produk haram dan menyebabkan kebingungan di masa depan dalam membedakan makanan halal dan haram.

Selain itu, Kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) milik LPPOM juga menyatakan bahwa produk tidak boleh memiliki karakteristik sensorik seperti bau atau rasa yang menyerupai makanan haram. Dengan kata lain, meskipun bahan-bahannya halal, jika rasa dan tampilannya meniru makanan haram, status kehalalannya tetap dipertanyakan.

Oleh karena itu, meskipun daging vegan tampak aman karena tidak mengandung unsur hewani, umat Muslim tetap harus berhati-hati. Sebelum mengonsumsi produk tersebut, penting untuk memeriksa label halal dan memahami kandungan serta proses produksinya.

Kesimpulannya, tren makanan vegan memang menarik dan menawarkan banyak manfaat. Namun, umat Muslim harus memastikan bahwa produk tersebut tidak hanya bebas dari bahan haram, tetapi juga memenuhi ketentuan halal secara menyeluruh. Jangan hanya mengikuti tren tanpa memastikan kehalalannya terlebih dahulu. (Restu)

Sumber : Kumparan