BijakFun

Perayaan 5 Tahun PELITA Indonesia Bahas Dukungan Keluarga bagi Penyandang Tuli-Buta

PELITA Indonesia rayakan 5 tahun dengan seminar mendampingi vs intervensi bagi penyandang Tuli-Buta.

KamiBijak.com, Hiburan -  Yayasan Pemberdayaan Tuli-Buta (PELITA) Indonesia merayakan lima tahun dengan mengadakan seminar untuk meningkatkan pemahaman tentang peran keluarga dalam memberdayakan penyandang Tuli-Buta. Seminar ini menjadi momen penting untuk mengevaluasi peran dukungan dan menciptakan lingkungan inklusif.

Yayasan PELITA Rayakan 5 Tahun dengan Seminar Inspiratif

Yayasan Pemberdayaan Tuli-Buta (PELITA) Indonesia merayakan lima tahun kiprahnya dengan menggelar seminar bertajuk “Mendampingi versus Intervensi: Dukungan Keluarga, Kekuatan bagi Penyandang Tuli-Buta” di Gedung Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran keluarga dalam memberdayakan penyandang disabilitas Tuli-Buta. Seminar ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk keluarga penyandang disabilitas, praktisi, dan pemerintah, dengan dukungan dari Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI) Jaya.

Memahami Konsep “Mendampingi” versus “Mengintervensi”

Seminar ini dibuka oleh Mieske Yunithree Suparman, M.Psi, seorang psikolog dari HIMPSI, yang menjelaskan perbedaan mendasar antara mendampingi dan mengintervensi individu Tuli-Buta. Menurut Mieske, “mendampingi” adalah memberikan dukungan yang berfokus pada kemandirian, sementara “intervensi” seringkali mengarah pada kontrol yang berlebihan. Hal ini menyoroti bahwa sikap mendampingi lebih mengutamakan pemberdayaan dibandingkan pengendalian.

Mieske juga menambahkan, “Keluarga perlu memahami bahwa Tuli-Buta bukanlah keterbatasan dalam segala hal. Dukungan yang tepat akan membantu individu mengembangkan potensinya, menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi kesehatan mental dan sosial mereka.”

Kisah Sianna: Inspirasi dari Anggota PELITA

Salah satu sesi yang menarik perhatian peserta adalah kisah Sianna, seorang anggota PELITA yang memiliki keterbatasan low vision dan Tuli berat. Sianna berbagi pengalamannya mengenai peran besar keluarga dalam hidupnya.

“Tanpa dukungan dari keluarga, sangat sulit untuk mencapai kemandirian,” ujarnya. Dengan tekad yang kuat, Sianna berhasil mempelajari teknik mobilitas yang membuatnya lebih mandiri, meski tantangan fisik dan sosial yang dihadapi tidaklah mudah.

Pengalaman Sianna menginspirasi banyak peserta untuk menyadari betapa pentingnya peran dukungan moral dan lingkungan yang memberdayakan bagi individu Tuli-Buta. Keberanian Sianna menggambarkan bahwa dengan dukungan yang tepat, mereka dapat hidup mandiri dan mencapai hal-hal luar biasa.

Tantangan dan Harapan bagi Penyandang Tuli-Buta di Indonesia

Chandra Gunawan, Ketua Yayasan PELITA Indonesia, dalam kesempatan tersebut menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh penyandang Tuli-Buta di Indonesia. Salah satu tantangan utama adalah akses layanan publik yang belum setara dengan teman-teman disabilitas lainnya. “Kita masih menghadapi tantangan besar dalam menyediakan akses yang setara. Ini bukan tentang kecerdasan, tetapi tentang terbatasnya akses komunikasi yang benar-benar mengakomodasi kebutuhan mereka,” tegas Chandra.

Chandra juga menjelaskan pentingnya mengatasi stigma yang sering melekat pada individu Tuli-Buta, yang diperlakukan seolah hanya memiliki satu disabilitas, yaitu Tuli atau Buta, tanpa memperhatikan kompleksitas tantangan yang mereka hadapi. Dengan komunikasi yang disesuaikan, mereka dapat memiliki kesempatan yang setara dalam pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat.

Kolaborasi untuk Masa Depan yang Lebih Inklusif

Dalam lima tahun keberadaannya, Yayasan PELITA telah menjadi salah satu organisasi yang penting dalam lingkup disabilitas di Indonesia. Namun, Chandra menegaskan bahwa masih banyak penyandang Tuli-Buta yang belum mendapatkan perhatian dan akses yang layak. “Kami berharap dapat memperluas pelatihan bagi petugas layanan publik agar lebih memahami cara berinteraksi dengan penyandang Tuli-Buta secara inklusif,” ujarnya.

Seminar ini mengingatkan akan pentingnya dukungan berkelanjutan dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Dengan pendekatan yang tepat, individu penyandang Tuli-Buta dapat memiliki kehidupan yang lebih mandiri dan bermartabat.

Kesimpulan

Perayaan lima tahun Yayasan PELITA Indonesia ini menjadi momentum penting untuk kembali mengingatkan kita semua tentang pentingnya mendampingi penyandang Tuli-Buta dengan cara yang memberdayakan, bukan mengintervensi. Dukungan dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah dapat menjadi kekuatan besar yang membantu mereka mencapai potensi terbaiknya. Mari bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih inklusif bagi semua. (Restu)

Sumber: Liputan per 23 November 2024.

 

Saksikan video lebih lanjut di YouTube