Hiburan

Self-Love atau Sekadar Cari Validasi? Kenali Perbedaannya agar Hidup Lebih Seimbang

Cari tahu tanda-tanda self-love yang sehat dan cara membangun hubungan positif dengan diri sendiri.

KamiBijak.com, Hiburan - Di tengah derasnya arus media sosial, istilah self-love semakin populer. Hampir setiap orang diajak untuk mencintai diri, menerima kekurangan, hingga merayakan pencapaian sekecil apa pun. Namun, dalam praktiknya, self-love tidak selalu berjalan sesuai esensi. Tak jarang, ia justru bergeser menjadi ajang mencari validasi dari orang lain.

Misalnya, ketika seseorang merayakan self-care day dengan berbelanja atau berlibur lalu membagikan momen tersebut di Instagram, tindakan itu bisa jadi terlihat sebagai bentuk mencintai diri. Tetapi, jika kebahagiaan yang muncul bergantung pada jumlah likes atau komentar positif, maka yang terjadi bukanlah self-love murni, melainkan validation seeking. Psikolog klinis Dr. Kristin Neff, peneliti pionir di bidang self-compassion menegaskan bahwa cinta diri sejati lahir dari penerimaan tanpa syarat terhadap diri, bukan dari pujian eksternal.

Lalu, bagaimana cara mengenali apakah self-love kita sudah tepat? Berikut beberapa tanda penting yang bisa menjadi refleksi:

  1. Memeriksa Motivasi di Balik Perawatan Diri

Self-love yang sehat berakar dari motivasi internal. Contohnya, berolahraga demi menjaga kesehatan, bukan semata agar terlihat menarik di mata orang lain. Menurut penelitian dalam Personality and Social Psychology Bulletin (2019), motivasi berbasis nilai personal lebih konsisten dan berkelanjutan dibanding motivasi yang bergantung pada penilaian eksternal.

 

  1. Nyaman Tanpa Sorotan Publik

Cinta diri sejati ditandai dengan rasa cukup meski tidak ada yang memuji atau memperhatikan. Jika seseorang merasa gelisah, hampa, atau tidak berharga tanpa sorotan, itu pertanda self-love yang dijalani masih rapuh dan cenderung mencari validasi.

 

  1. Tidak Mengidentikkan Self-Love dengan Konsumsi

Belanja, perawatan tubuh, atau liburan memang menyenangkan. Namun, jika dilakukan semata untuk konten media sosial, maka tujuan sebenarnya bukanlah merawat diri, melainkan membangun citra. Penelitian dalam Journal of Consumer Research (2020) menemukan bahwa perilaku konsumtif demi kesan sosial membuat kepuasan diri cepat memudar.

 

  1. Menerima Kekurangan dengan Lapang Dada

Self-love tidak identik dengan kesempurnaan. Justru, ia mengajarkan keberanian untuk mengakui kelemahan tanpa merasa rendah diri. Dr. Neff dalam penelitiannya (2011) menunjukkan bahwa penerimaan diri melalui self-compassion terbukti mampu menurunkan stres serta meningkatkan ketahanan mental.

 

  1. Menghargai Proses, Bukan Hanya Hasil

Cinta diri yang sehat menekankan penghargaan pada perjalanan, bukan sekadar hasil akhir. Kamu tidak perlu menunggu pencapaian besar untuk merasa bangga. Pendekatan psikologi positif juga menegaskan bahwa fokus pada proses dapat menumbuhkan kepuasan batin dan hubungan yang lebih harmonis dengan diri sendiri.

Cara Mencintai Diri Sendiri. (Foto : Dok Instagram/juliaspiritualcoaching)

 

Self-love sejati adalah keberanian untuk hidup sesuai dengan nilai personal, bukan sekadar mengejar ekspektasi orang lain. Ia hadir ketika seseorang mampu menerima diri apa adanya, menghargai proses, serta tidak menjadikan sorotan publik sebagai tolok ukur kebahagiaan. Jadi, sebelum mengklaim sedang mempraktikkan self-love, tanyakan kembali: apakah ini benar-benar untuk diriku, atau sekadar demi pengakuan orang lain? (Restu)

Sumber : Cosmopolitan Indonesia